Ada Berita Apa?
Monggo Disimak...

Bambu Hijaukan Bondowoso



Bambu menjadi tanaman hasil hutan non kayu yang sudah lama dikembangkan masyarakat Bondowoso turun-temurun. Berbagai kawasan seperti desa Sulek, Tologsari hingga Sumber Wringin menjadi sentra penghasil bambu. Sebagai tanaman yang memiliki banyak manfaat, baik secara ekologis maupun ekonomi, pemerintah akan mengembangkan sejumlah kawasan untuk dijadikan cluster bambu.

Dalam sejumlah kesempatan, bupati Amin Said Husni menegaskan keseriusan pemerintah untuk mengembangkan bambu tersebut. Pengembangan tanaman bambu ini akan dilakukan dengan menggerakkan masyarakat. Khususnya di kanan kiri Daerah Aliran Sungai (DAS) Sampean.

Dia menyadari, permasalahan yang ada selama ini adalah belum dikembangkannya bamboo secara optimal. Dengan adanya cluster tersebut, upaya untuk lebih menggairahkan perajin bambu akan terus dilakukan. Para perajin nanti akan terus dibina melalui kelompoknya. Selain itu akan ada bantuan bibit.

Lebih dari itu, ketrampilan masyarakat dalam mengolah hasil bambu akan terus ditingkatkan sehingga produk mereka lebih bernilai lagi. "Kedepan bambu tidak hanya untuk pembuatan besek tape atau rantang ikan, tapi juga untuk furnitur. Bahkan bisa jadi aksesoris mobil mewah," harapnya.

Di Bondowoso, kata dia, bambu bisa jadi menjadi komoditas perkebunan yang punya potensi cukup cerah. Bahkan produk bambu, mampu berdaya saing ekspor ke mancanegara. Sehingga, peluang investasi itu muncul di Bondowoso dan akan membuka lapangan kerja serta mengurangi angka kemiskinan di Kabupaten Bondowoso.

Sementara itu, Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Bondowoso merekam, penurunan luas lahan kritis di Bondowoso menunjukkan angka yang menggembirakan. Pada 2008, luas lahan kritis masih mencapai 20 ribu hektar lebih. Pada tahun berikutnya, angka tersebut turun menjadi sekitar 18 ribu hektar.

Pada 2010, luas lahan kritis kembali turun menjadi 16 ribu hektar. Hingga pada 2013, angka lahan kritis di berbagai kawasan di Bondowoso sudah berada di angka 9,7 ribu hektar. Jika melihat dari data 2008, lebih dari separuh dari luas lahan kritis yang sudah berhasil di konservasi. Jika dirata-rata, pengurangan luas lahan kritis mencapai 8,5 persen per tahun.

Pengurangan tersebut tentu sangat menggembirakan. Dengan semakin berkurangnya lahan kritis, maka potensi-potensi negatif juga otomatis terkurangi. Misalnya potensi banjir bandang atau longsor. Karena mayoritas lahan kritis berada di lereng pegunungan atau di kemiringan.

Kendati tuas lahan kritis sudah berkurang, namun angka sebesar 9,7 ribu hektar pada 2013 tentu masih menjadi tantangan tersendiri. Untuk itulah, maka perlu ada formulasi baru dalam upaya konservasi lahan kritis itu. Dishutbun bersama sejumlah instansi terkait saat ini terus menggodok penanaman bambu sebagai solusi untuk menanggulangi lahan kritis di berbagai tempat.

Pemilihan pohon bambu sendiri didasarkan pada sejumlah alasan. Di antaranya bambu memiliki pertumbuhan yang lebih cepat, sehingga memiliki kemampuan deposit karbon yang sangat tinggi. Di sisi lain, bamboo juga memiliki produktifitas biomassa yang juga cukup tinggi dibanding dengan tanaman lain.

Yang tak kalah penting, tanaman bambu juga memiliki fungsi seperti kayu. 

Maka dengan keunggulan seperti itu, bambu bisa menjadi alternatif pengganti kayu yang juga ramah lingkungan. "Dengan sentuhan tekhnologi, bambu juga bisa dijadikan sebagai papan atau sirap setelah diolah yang kekuatannya bahkan melebihi kayu," ujar Moh Erfan Gani, kepala Dishutbun Bondowoso.

Beberapa keunggulan dari Bambu

Di sisi lain, bambu juga mampu menyerap C02 (karbon dioksida) dan melepas oksigen lebih banyak ke atmosfir dibanding dengan pohon lain. Bambu juga memilik nilai ekonomi yang tinggi dan didukung dengan umur panen yang singkat.

Menurutnya peran ekologis dan lingkungan pohon bambu juga sangar tinggi, lanaman ini akan hijau sepanjang tahun dengan perakaran cukup kuat untuk menahan erosi. Dengan fungsi itu, maka bambu bisa menekan laju degradasi lahan dan erosi tanah, serta menambah sumber mata air.

Yang pasti, kata dia, sebagai komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi, pihaknya akan terus mengembangkan pananaman bambu. Salah satunya melalui cluster bambu. Sejumlah tempat akan dijadikan cluster. Salah satunya di desa Sulek. Tlogosari. Sejak lama, kata dia, kawasan ini memang menjadi salah satu sentra penghasil bambu.

Sementara itu, Harimas kepala Diskoperindag Bondowoso mengungkapkan, cluster bambu ini diterapkan secara terpadu dari hulu hingga hilir, "Jadi yang di hulu adalah Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Hilir berada di Diskoperindag," ujarnya.

Kedapan diharapkan terbentuk koperasi untuk para perajin bambu tersebut. Sentuhan-sentuhan pelatihan akan diberikan. Dengan begitu, produk-produk hasil olahan bambu itu kian variatif dengan kualitas yang makin bagus.


- Radar Ijen, 23/02/15 -

1 komentar: Leave Your Comments

  1. http://ganbatteakubisa.blogspot.com/2015/03/bambu-hijaukan-bondowoso.html

    BalasHapus